Oleh: paksoleh | Maret 30, 2009

Tunjangan Profesi Akan Ditiadakan ?

Ditengah-tengah kegembiraan adanya tunjangan profesi bagi Guru dan Dosen, muncul berita baru bahwa tunjangan profesi guru/dosen akan ditiadakan, sesuai yang tertuang dalam surat Menteri Keuangan Nomor S-145/MK 05/2009 tentang Pembayaran Tunjangan Profesi Guru dan Dosen PNS/ Non-PNS pada Departemen Pendidikan Nasional dan Departemen Agama ( Suara Merdeka : 28 Maret 2009 ). Ada yang terkejut, kaget bahkan tidak percaya dengan berita tersebut, namun juga ada yang cuek saja, biasa-biasa saja dan nggak peduli berita tersebut. Beragam tanggapan mulai bermunculan di mass media, apalagi bagi mereka yang sudah menerima tunjangan tersebut, yang harus mengembalikan tunjangan yang sudah mereka terima. Wajar saja jika mereka menanggapinya secara emosional dan protes akan hal itu.
Baca Selengkapnya..

Ada pemandangan yang berbeda, ketika pelaksanaan apel gelar pasukan operasi kepolisian terpusat “Mantap Brata 2009”, dalam rangka pengamanan Pemilu 2009 di halaman Markas Kepolisian Resor (Mapolres) Sumenep, Madura, Jawa Timur, Rabu.

Petugas pembawa acara apel tersebut, salah seorang polisi wanita (polwan) Polres Sumenep, Briptu Astriana Yuniar, mengenakan jilbab. Begitu juga polwan yang menjadi petugas pembawa nampan berisi pita berwarna merah putih yang akan disematkan pada polisi sebagai tanda dimulainya operasi Mantap Brata, Bripda Mayang Kumalasari.

Kedua polwan tersebut Baca Selengkapnya..

KPRI Handayani SMP Negeri 1 Kaliwungu Kabupten Kendal, belum lama ini baru saja mengadakan acara karya wisata yang diberi label ” WISATA SEJAHTERA” dengan tema ” Eratkan Persaudaraan, Bangun Tali Silaturrahim “. Acara tersebut merupakan agenda 3 tahunan, dimana pada penyelenggaraan tahun ini merupakan kegiatan yang ke 5 kali dengan tujuan Jakarta – Bogor – Bandung selama 5 hari mulai tanggal 6 hingga 10 Maret 2009. Disamping sebagai kegiatan refreshing ditengah-tengah kesibukan sehari-hari membimbing anak dalam proses belajar mengajar, juga sebagai ajang untuk mempererat persaudaraan dan membangun tali silaturrahim sesama anggota koperasi. Pasalnya, semua anggota koperasi juga mengajak anggota keluarganya masing-masing. ” Acara Wisata ini diikuti oleh semua anggota koperasi berikut dengan keluarganya masing-masing, sehingga acara ini dapat dijadikan sebagai arena untuk memperkenalkan seluruh anggota keluarganya, sekaligus membangun tali silturrahim, jadi ya meriah sekali dech .. ” . begitu kata Bapak Mokhamad Soleh, ketua KPRI Handayani.

Baca Selengkapnya..

Oleh: paksoleh | Maret 16, 2009

Pemasaran dan Komunikasi Pemilu

KOMUNIKASI Politik (political communication) adalah komunikasi yang melibatkan pesan-pesan politik dan aktor-aktor politik, atau berkaitan dengan kekuasaan, pemerintahan, dan kebijakan pemerintah. Dengan pengertian ini, sebagai sebuah ilmu terapan, komunikasi politik bukanlah hal yang baru. Komunikasi politik juga bisa dipahami sebagai komunikasi antara “yang memerintah” dan “yang diperintah”. Mengkomunikasikan politik tanpa aksi politik yang kongkret sebenarnya telah dilakukan oleh siapa saja: mahasiswa, dosen, tukang ojek, penjaga warung, dan seterusnya. Tak heran jika ada yang menjuluki Komunikasi Politik sebagai neologisme, yakni ilmu yang sebenarnya tak lebih dari istilah belaka. Dalam praktiknya, komuniaksi politik sangat kental dalam kehidupan sehari-hari. Sebab, dalam aktivitas sehari-hari, tidak satu pun manusia tidak berkomunikasi, dan kadang-kadang sudah terjebak dalam analisis dan kajian komunikasi politik. Berbagai penilaian dan analisis orang awam berkomentar sosal kenaikan BBM, ini merupakan contoh kekentalan komunikasi politik. Sebab, sikap pemerintah untuk menaikkan BBM sudah melalui proses komunikasi politik dengan mendapat persetujuan DPR Konsep, strategi, dan teknik kampanye, propaganda, dan opini publik termasuk dalam kajian bidang ilmu komunikasi politik. Aktor: Komunikator Politik Komunikator Politik pada dasarnya adalah semua orang yang berkomunikasi tentang politik, mulai dari obrolan warung kopi hingga sidang parlemen untuk membahas konstitusi negara. Namun, yang menjadi komunikator utama adalah para pemimpin politik atau pejabat pemerintah karena merekalah yang aktif menciptakan pesan politik untuk kepentingan politis mereka. Mereka adalah pols, yakni politisi yang hidupnya dari manipulasi komunikasi, dan vols, yakni warganegara yang aktif dalam politik secara part timer ataupun sukarela. Komunikator politik utama memainkan peran sosial yang utama, teristimewa dalam proses opini publik. Karl Popper mengemukakan “teori pelopor mengenai opini publik”, yakni opini publik seluruhnya dibangun di sekitar komunikator politik. Komunikator Politik terdiri dari tiga kategori: Politisi, Profesional, dan Aktivis.
Baca Selengkapnya..

Oleh: paksoleh | Maret 15, 2009

Kemajuan TI Cenderung Membentuk Watak Egois

Kemajuan teknologi informasi (TI) memunculkan kekhawatiran sejumlah pihak karena cenderung melahirkan orang-orang yang berwatak egois dan individualistis.

“Bahkan, dalam beberapa hal mereka tidak memiliki wajah yang humanis,” kata Dosen Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang (UNNES), Dr. Nugroho pada seminar Nasional “Pendidikan Humanisme” di Balai Kota Semarang, Kamis.

Ia menganggap, kemajuan teknologi TI yang begitu kuat merambah dunia pendidikan memang banyak sisi positif yang dapat dipetik untuk meningkatkan mutu dan perluasan jangkauan pendidikan.

Bahkan, di era TI berbagai informasi dan kebenaran ilmiah dapat diakses secara lebih cepat, akurat, dan tanpa kehadiran para guru.
Baca Selengkapnya..

Oleh: paksoleh | Maret 15, 2009

Sejarah Perkembangan Ilmu Komunikasi

Note : Tulisan ini dikutip dari link ini

Ilmu komunikasi merupakan ilmu pengetahuan yang tergolong muda. Sekalipun pada sisi yang lain, sejarah perkembangan ilmu komunikasi sudah tua sejak masa Yunani dan baru dirumuskan dalam era modern sebagai ilmu baru sejak dekade PD II.
Dewasa ini penelitian-penelitian komunikasi terus menerus dilakukan. Sejumlah jurnal ilmiah dalam bidang komunikasi terbit. Sejumlah karya ilmiah telah menjadi karya klasik dalam ilmu komunikasi seperti The People Choice, The Passing of Traditional Society, Mass Media and National Development, Personal Influence, Understanding Media, The Process and Effect of Communication, Public Opinion, dan sebagainya.
Demikian pula sejumlah figurnya seperti Paul F. Lazarfeld, Wilbur Schramm, Harold Lasswell, Walter Lippmann, Bernard Berelson, Carl Hovland, Elihu Katz, Daniel Lerner, David K. Berlo, Shannon, McComb, George G. Gebner, dan sebagainya telah dikenal sebagai tokoh-tokoh dalam kajian ilmu komunikasi.
Sedangkan di Indonesia terdapat Baca Selengkapnya..

Oleh: paksoleh | Maret 14, 2009

Ilmu Komunikasi Politik

catatan : tulisan ini diambil dari link ini

Definisi Ilmu Komunikasi Politik
Komunikasi politik dapat didefinisikan dengan berbagai cara, dikaitkan dengan banyak hal, dan dilihat dari berbagai macam sudut pandang. Sebagaimana yang diungkapkan Mc Nair (2003) dalam bukunya Introduction to Political Communication, ia menulis bahwa:
Setiap buku tentang komunikasi politik harus dimulai dengan pernyataan bahwa istilah komunikasi politik sulit untuk didefinisikan secara tepat, kelihatannya sederhana karena dua kata dalam frase tersebut terbuka untuk didefinisikan bermacam-macam.
Dalam bukunya tersebut Mc Nair mengutip Denton and Woordward yang memberikan definisi komunikasi politik sebagai berikut:
Diskusi tentang alokasi public resources (revenue), official authority (mereka yang diberikan kekuasaan untuk membuat peraturan, keputusan legislative dan eksekutif), dan official sanction ( penghargaan atau hukuman oleh Negara).
Menurut Mc Nair definisi Denton and Woodward di atas termasuk didalamnya retorika politik verbal dan tulisan, namun tidak termasuk komunikasi simbolik. Sedangkan menurut catatan Mc Nair, Doris Graber berpandangan bahwa komunikasi politik termasuk didalamnya adalah paralinguistik seperti bahasa tubuh dan tindakan politik seperti boikot dan protes. Mc Nair sependapat dengan padangan Graber, bahkan pakaian apa yang digunakan, gaya rambut, tata rias, logo, dan semua elemen komunikasi yang ditujukan untuk membentuk image politik termasuk dalam komunikasi politik.
Baca Selengkapnya..

Oleh: paksoleh | Maret 14, 2009

MA : Menanti Ajal (Komunikasi Publik)

Catatan : opini ini dikutip dari Kompas

Tentu tidak semua yang dilakukan Presiden Soeharto selama memerintah dan tidak semua yang dilakukan Mahkamah Agung adalah salah. Namun, keputusan kasasi MA yang memenangkan gugatan pencemaran nama baik mantan Presiden Soeharto terhadap majalah Time jelas menyalahi semua aspek teoretis dan empiris komunikasi publik.

Sedikitnya terdapat tujuh aspek ilmu komunikasi yang perlu terus dikaji sehubungan dengan kasus ini. Pertama, dalam hukum komunikasi publik, ratusan pakar—mulai dari yang klasik sampai Middleton (2007 update edition)—selalu memerhatikan kepentingan publik serta keterlibatan publik.

Kedua, kepentingan publiklah alasan yang tak terbantahkan sepanjang zaman, yang membuat pers bisa melakukan laporan investigatif! Memang orang bisa berdebat bahwa kadar kepentingan publik berbeda-beda, sampai-sampai perkara artis kawin cerai dalam infotainment pun diklaim membawa-bawa kepentingan publik!

Namun, (ketiga), terhadap suatu obyek: pejabat publik, hampir semua hukum media di berbagai negara membebaskan pers untuk mempersoalkan mereka setiap saat sejauh menyangkut kepentingan publik. Konsekuensinya, semakin tinggi posisi pejabat publik, semakin sering dan semakin banyak media siap melakukan investigasi terhadapnya. Kalau dulu basis ilmunya cuma name makes news, sekarang sudah benar-benar paralel dengan konstruksi realitas bahwa setiap ulah pejabat publik pasti berimplikasi pada kepentingan publik. Bahkan konteksnya pun berkembang sedemikian rupa sehingga seorang pejabat publik yang dianggap melakukan kebohongan dan merugikan publik tidak hanya akan dicecar di negaranya, tetapi juga oleh media pada tataran global!

Bangunan reyot

Bagaimana memahami perkembangan mutakhir tersebut? Logikanya, karena para pejabat publik (apalagi yang berposisi tinggi) memiliki kekuasaan, kesempatan, dan jaringan politik untuk menutup akses pers serta mampu membangun pencitraan yang manipulatif. Jadi jika pers tidak di- perbolehkan (seakan) “menyeruduk ke kiri dan ke kanan” untuk mulai investigasi, ti- dak akan pernahlah terbongkar suatu tindakan korupsi atau pembohongan publik.

Analogi yang amat sering disodorkan dalam perkuliahan berupa pers yang melihat keanehan dari suatu bangunan yang oleh pemiliknya tak boleh dimasuki wartawan. Dari beberapa sumber, termasuk karyawan yang bekerja di dalam gedung, wartawan mendengar bahwa kondisi bangunan sangat reyot dan sewaktu-waktu bisa roboh. Setelah melakukan studi kawasan dan wawancara dengan pakar walau tetap tidak diberi akses melihat langsung bangunan tersebut ataupun akses wawancara oleh pemiliknya, para wartawan akan segera menulis, “Awas bangunan itu berbahaya bagi publik!” Dalam hal ini tidak diperlukan bukti bahwa gedung itu harus roboh dulu barulah insan pers bisa mengangkatnya sebagai berita. Dan ketika apa yang ditulis oleh pers pun ternyata tidak terbukti sepenuhnya demikian, sejauh semua tata kerja dan kode etik jurnalistik telah mereka lakukan, akan tetap diyakini bahwa kepentingan publik masih jauh lebih penting di atas potensi kemarahan pemilik bangunan tadi.

Keempat, persinggungan hukum media dan komunikasi publik, baik di tingkat teoretis maupun empiris kontemporer, semakin mengkristal menyikapi perkara korupsi dan penyalahgunaan uang negara sebagai “perbuatan ternista” yang harus selalu ditembus, dikorek-korek, dan dikeroyok oleh insan pers. Berbagai survei terhadap wartawan di aneka negara menunjukkan bahwa mereka beranggapan salah satu panggilan tugas utamanya adalah menjadi pengawas pemerintahan (agar terbebas dari tindakan koruptif dan pembohongan publik).

Kelima, dengan dibentuknya hukum- hukum media di hampir semua negara, baik sebagai lex specialis maupun terkait dengan produk hukum lain, semakin didorong suatu upaya mediasi oleh badan pengatur independen. Umumnya perkara dengan pers tidak berlanjut ke pengadilan jika badan pengatur independen di bidang media telah menyatakan bahwa apa yang dilakukan sudah memenuhi tata kerja dan kode etik jurnalistik. Kalaupun si penggugat ngotot ke pengadilan, hakim-hakim umumnya akan menggunakan, pertama-tama dan terutama, opini badan pengatur independen tersebut!

Sayangnya, Indonesia tidak bisa menjadi contoh yang baik dalam soal ini. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) pada tataran empirisnya belum benar-benar menjadi badan pengatur, sementara Dewan Pers belum dinyatakan berada dalam posisi tersebut oleh perundangan kita.

Rindu Soeharto?

Keenam, teori-teori ilmu komunikasi dan penampilan media tidak pernah tercerabut dari konteks terkini masyarakatnya (Can we theorize the press without theorizing the public?, Eliasoph, Political Communication, 2004). Dengan keenam aspek di atas, sudah pasti muncul pertanyaan: apakah MA hidup sendiri, terisolasi, dan merupakan tokoh-tokoh yang luput dari teori, analisis, ataupun praktik ilmu komunikasi?

Sampai saat ini, termasuk dalam serangkaian artikel opini yang dikirim ke Kompas, para penulisnya terkesan putus asa untuk menemukan rasionalitas di balik keputusan MA terhadap Time; yang sebenarnya tak lain adalah pertanyaan terhadap keenam aspek di atas: (1) apakah MA tak melihat sama sekali terdapatnya kepentingan publik di balik upaya pengungkapan laporan investigatif Time?; (2) apakah kepedulian pers terhadap kesewenangan pejabat publik—mantan presiden Soeharto—yang bahkan telah sampai ke tataran global tidak mengusik hati MA (sama seperti hati dunia terusik dengan kebohongan Bush soal alasannya menyerang Irak)?; (3) apakah bisa dibuat dikotomi bahwa pers semakin menganggap korupsi sebagai tindakan ternista, sementara MA sebaliknya?; (4) apakah MA merasa mampu mengadili sepenuhnya perkara terhadap pers tanpa mendengarkan pendapat Dewan Pers atau pertimbangan lain pada tingkat pengadilan negeri (PN) dan pengadilan tinggi (PT)?

Aspek ketujuh justru muncul sesudah rentetan pertanyaan itu. Apakah MA gagah berani menantang keprihatinan internasional karena yakin bahwa sebagian (atau malah sebagian besar) publik di dalam negeri akan—secara diam-diam atau terbuka—membela MA? Katakanlah karena Gerakan Rindu Soeharto semakin menguat? Juga karena menguatnya nasionalisme sempit bahwa membela Time berarti membela kepentingan asing? Atau karena berbeda dengan Filipina, Korea Selatan, Peru, dan sejumlah negara lain yang berani menghukum mantan presidennya, di negeri ini MA malah yakin tidak akan pernah ada pemimpin pemerintahan yang sungguh-sungguh mengadili para pendahulunya yang korup, sekalipun terwahid di dunia?

Jika ya, mungkin kita akan menyaksikan logika komunikasi publik dan kebebasan pers yang “menanti ajalnya” gara-gara MA. Jika tidak, MA yang justru mengalaminya (menanti ajal) karena legitimasinya yang makin tergerus oleh opini publik karena citranya yang buruk dan mengesankan ia merupakan lembaga yang tak tersentuh (the untouchable), seperti yang ditulis rekan Rocky Gerung kemarin. Silang pendapat Ketua MA versus Kepala Badan Pemeriksa Keuangan—sebelum dimediasi istana—menguatkan kesan tersebut.

Oleh: paksoleh | Maret 14, 2009

“Teori Berak” dalam Menulis

Note: tulisan ini dikutip dari link ini
Menulis itu kan ‘menuangkan’ pikiran, melahirkan apa-apa yang ada di pikiran, apa yang dipikir. Kalau banyak membaca akan banyak hal bisa diolah, otak itu ibarat komputer. Apabila ada input akan terjadi process melahirkan output. Bacaan itu agar otak bisa bekerja dan hasilnya lebih bagus. Tidak lucu kalau otak disuruh bekerja sementara raw materials cekak. Bisa-bisa haus itu sel-sel syaraf. Bisa gila, bo.

Atau mau contoh yang sedikit jorok. Baca Selengkapnya..

Oleh: paksoleh | Maret 12, 2009

Banyak Guru Belum Paham Paradigma Pembelajaran

Pergeseran paradigma proses pendidikan, menurut pakar
pendidikan Diana Nomida Musnir, agaknya belum dipahami sepenuhnya oleh
para pendidik di Indonesia. Perubahan paradigma dari ‘pengajaran’ ke
‘pembelajaran’ merupakan perpindahan pusat proses pendidikan dari guru
ke murid, dari transfer pengetahuan ke transformasi pengetahuan.
Pasalnya, guru sendiri belum siap dengan kondisi ini.
“Misalnya, akhir-akhir ini karena ramai isu kenaikan BBM, kita sering
dengar istilah ‘barrel’ tapi nggak paham tentang istilah itu,” ujar
Diana dalam Workshop Nasional Penerapan Model Pembelajaran Inovatif Untuk Ilmu-Ilmu Sosial Di Sekolah di Jakarta. Diana
sempat menanyakan makna ‘barrel’ ke para peserta workshop namun
ternyata banyak yang tidak mengetahuinya. Oleh karena itu, menurut
Diana, perubahan paradigma tersebut meminta para guru untuk memperkaya
diri terlebih dahulu sehingga anak didik memperoleh wawasan yang kaya pula.
“Bagaimana kita mengharapkan anak didik kita utuh kalau kita sendiri
tidak utuh dan tidak belar untuk utuh? Ini bisa dapat dicapai bukan
dengan pembelajaran monodisiplin, multi maupun inter, tapi
transdisiplin,” ujar Diana. Selain itu, pada faktanya kebutuhan murid
belum dijadikan sentral oleh para guru supaya potensi murid dapat
digali secara optimal. “Kita ini adalah pelayan anak. tapi sampai
sekarang ini, kita banyakan menuntun anak atau malah menuntut,” tandas Diana.
Proses pembelajaran harus dikembangkan menggunakan prinsip
pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan,
atau yang biasa disebut PAKEM. Secara aktif, guru harus belajar
memberi umpan balik, mengajukan pertanyaan yang menantang atau
mempertanyakan siswa. Secara kreatif, guru harus mampu mengembangkan
kegiatan yang beragam dengan alat bantu yang sederhana.
“Tantangan biasanya adalah alat bantu yang mahallah atau apa, tapi
sebenarnya guru bisa mulai dengan sederhana, memanfaatkan apa yang ada
di sekitar kita untuk menantang murid kreatif. Murid yang kreatif itu
yang bisa merancang membuat sesuatu, menulis dan mengarang,” tukas Diana.
Sedangkan untuk membuat sesuatu yang menyenangkan, guru harus belajar
untuk tidak membuat anak takut ketika salah atau tidak menganggapnya
remeh. Caranya yang sederhana, menurut Diana, melalui raut muka yang
tidak segera berubah ketika anak salah menjawab sehingga anak tersebut
tidak takut lagi mengeluarkan pendapatnya dalam kesempatan lain.
Sumber : Kompas

Older Posts »

Kategori